Semua orang mencari kebahagiaan. Ada yang mengartikan bahwa mencari kebahagaiaan itu mencari kesenangan. Berkumpul bersama keluarga, nongkrong dan berjalan-jalan bersama teman-teman, ngerumpi ngerokok dan ngopi bareng, bermain musik atau menonton konser band terkenal, minum alkohol atau menghabiskan waktu dengan orang yang kita cintai. Menurut Deepak Chopra, yang baru saya sebutkan tadi itu bukanlah kebahagiaan, tapi kesenangan yang semu. Dalam artian kesenangan yang datang dan pergi (ephemeral satisfaction). Menurutnya, mencari kebahagiaan itu tidak dengan mencari aktivitas-aktivitas yang adiktif dan bersifat sementara. Melainkan ,ialah kita mencari akar dari kebahagiaan tersebut. Pandangannya sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh para psikolog modern maupun para Sufi abad pertengahan. Mencari akar kebahagiaan dapat diraih dengan mengenal siapa diri kita.
The questions such "Who am I?" dan "Where do I come from?", merupakan dasar dari pertanyaan mencari kebahagiaan. Dengan demikian, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang bisa kita dapatkan dari luar sana; apakah itu sesuatu atau seseorang. Melainkan, sesuatu yang sudah kita miliki sejak lahir. Kita belum menyadari bahwa kita memiliki akar kebahagiaan itu, karena kita belum menyadari siapa diri kita sebenarnya. Niscaya, kita tidak akan pernah bisa raih bahagia jika kita tidak pernah berusaha mengenal siapa diri kita sesungguhnya. Jalaludin Rumi selalu berkata, "Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya". Dalam kalimat itu, "Tuhan" tidak saja diartikan sebagai Zat Yang Maha Kuasa yang tidak bisa diraihi oleh akal manusia, tapi juga "Sumber" dari segala ide tentang kehidupan.
The quest for happiness will never end until we reach the state of being ourselves. Jalan menuju kesana harus dilalui dengan segala kepedihan dan penderitaan. Tidak berarti kita harus melupakan kesenangan dalam hidup. Rumi menganalogikan Kesenangan (Joy) dan Penderitaan (Sorrow) dengan "Dua Sayap Malaikat". Untuk mencapai hakikat manusia yang berbahagia, both Joy and Sorrow harus dialami olehmanusia. Malaikat tidak bisa terbang hanya dengan satu sayap. Ia juga tidak bisa terbang jika salah satu sayapnya tidak seimbang atau rusak. Manusia berbeda dengan Malaikat dalam hal bersih dari dosa dan dalam kemampuan untuk berpikir bebas, tapi manusia dan malaikat sama-sama mempunyai sayap. Hanya saja, sayap manusia tidak dapat dilihat secara fisik (intangible). Sayap-sayap itulah yang menentukan kualitas manusia dalam menjalani hidup. Untuk bisa ‘terbang’ menuju langit kebahagiaan, kita harus memakan asam dan manisnya kehidupan di dunia ini. Berpikiran picik dan negatif dalam hidup hanya membuat kita terus hidup dalam daratan. Dengan demikian, jiwa kita akan mati seiring dengan matinya bumi. Jika kita bisa terbang, jiwa kita akan terus abadi terbang dan melayang.
Aku sendiri belum yakin betul dengan interpretasiku itu. Hidupku sekarang sedang sangat sulit, terkadang malah buntu. Tapi, aku yakin bahwa apa yang pengalaman sulit yang sedang aku alami sekarang adalah modal untuk menemukan kebahagiaan abadi di masa yang akan datang. Dengan kata lain, jika kita sudah menemukan jati diri kita sesungguhnya, maka kebahagiaan bisa didapatkan pada setiap pojok kehidupan. Semua kesenangan yang bersifat sementara akan menjadi abadi sepanjang hidupnya jiwa kita di alam semesta ini.
Dedicated to Rahma, my little angel. Soon you will find the happiness in any form of life from anything and from anyone, moreover it is lies within yourself
The questions such "Who am I?" dan "Where do I come from?", merupakan dasar dari pertanyaan mencari kebahagiaan. Dengan demikian, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang bisa kita dapatkan dari luar sana; apakah itu sesuatu atau seseorang. Melainkan, sesuatu yang sudah kita miliki sejak lahir. Kita belum menyadari bahwa kita memiliki akar kebahagiaan itu, karena kita belum menyadari siapa diri kita sebenarnya. Niscaya, kita tidak akan pernah bisa raih bahagia jika kita tidak pernah berusaha mengenal siapa diri kita sesungguhnya. Jalaludin Rumi selalu berkata, "Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya". Dalam kalimat itu, "Tuhan" tidak saja diartikan sebagai Zat Yang Maha Kuasa yang tidak bisa diraihi oleh akal manusia, tapi juga "Sumber" dari segala ide tentang kehidupan.
The quest for happiness will never end until we reach the state of being ourselves. Jalan menuju kesana harus dilalui dengan segala kepedihan dan penderitaan. Tidak berarti kita harus melupakan kesenangan dalam hidup. Rumi menganalogikan Kesenangan (Joy) dan Penderitaan (Sorrow) dengan "Dua Sayap Malaikat". Untuk mencapai hakikat manusia yang berbahagia, both Joy and Sorrow harus dialami olehmanusia. Malaikat tidak bisa terbang hanya dengan satu sayap. Ia juga tidak bisa terbang jika salah satu sayapnya tidak seimbang atau rusak. Manusia berbeda dengan Malaikat dalam hal bersih dari dosa dan dalam kemampuan untuk berpikir bebas, tapi manusia dan malaikat sama-sama mempunyai sayap. Hanya saja, sayap manusia tidak dapat dilihat secara fisik (intangible). Sayap-sayap itulah yang menentukan kualitas manusia dalam menjalani hidup. Untuk bisa ‘terbang’ menuju langit kebahagiaan, kita harus memakan asam dan manisnya kehidupan di dunia ini. Berpikiran picik dan negatif dalam hidup hanya membuat kita terus hidup dalam daratan. Dengan demikian, jiwa kita akan mati seiring dengan matinya bumi. Jika kita bisa terbang, jiwa kita akan terus abadi terbang dan melayang.
Aku sendiri belum yakin betul dengan interpretasiku itu. Hidupku sekarang sedang sangat sulit, terkadang malah buntu. Tapi, aku yakin bahwa apa yang pengalaman sulit yang sedang aku alami sekarang adalah modal untuk menemukan kebahagiaan abadi di masa yang akan datang. Dengan kata lain, jika kita sudah menemukan jati diri kita sesungguhnya, maka kebahagiaan bisa didapatkan pada setiap pojok kehidupan. Semua kesenangan yang bersifat sementara akan menjadi abadi sepanjang hidupnya jiwa kita di alam semesta ini.
Dedicated to Rahma, my little angel. Soon you will find the happiness in any form of life from anything and from anyone, moreover it is lies within yourself



Tidak ada komentar:
Posting Komentar