Kemarin tidak sengaja aku mengunggah salah satu materi perkuliahan psikologi umum.
Muncul komentar dari seorang adik kelas saat SMA.
Saya hanya memberi jawaban sesuai koridor sebagai ilmuwan psikologi. Tidak lebih, menahan menjustifikasi seseorang atau memberi legitimasi atas perilakunya itu benar adanya ala teori correspondence bias pada mata kuliah Psikologi Sosial.
Tiba-tiba ada yang menyeruak, ia teman seangkatan di Psikologi. Wow, ia menjelaskannya begitu detail. Membuat saya : bangsat lu, main nyelonong aja smartass!
Kemudian justifikasi itu membuat saya teringat akan teori Actor-Observer dalam atribusi perilaku (penghargaan, hasil pengamatan terhadap sebuah perilaku). Saat saya menjadi actor, saya melakukan hal yang sama dengan dia. Namun saat sekarang posisi saya sebagai observer saat ada orang melakukan hal persis sama apa yang saya biasa lakukan, rasanya saya ingin berkata : diem aja deh lo nyet.. ini daerah gua, gak usah ikut campur.
Lalu saya tertawa.. mentertawai kebodohan sesaat ini. Tidak lama kemudian saya observasi komentar itu, saya kagum! Wow, sinapsis di otaknya begitu berkembang ya, bahkan ia masih ingat bagaimana laju teori Classical Conditioning, Operant Conditioning, hukuman dan penguatan dalam kaitannya memunculkan sebuah perilaku yang diharapkan.
Kembali saya tertawa.. hmm.. dia memang sangat PINTAR. Kalau saya..hmm.. walaupun IP sementara sudah lewat batas aman (aman banget), tapi masih suka tidur di saat diberi ceramah tentang Sensasi dan Persepsi, kadang kalau dijelasin dosen malah ngelamun seandainya yang mengajar Psikologi Faal tentang reproduksi adalah Julia Perez. Jadi.. belum bisa disebut pintar-lah saya ini. Saya hanya mencintai apa yang saya lakukan sebagai mahasiswa psikologi dan calon psikolog militer.
Saking pintarnya, sulit memahami apa yang ia paparkan. Karena sejurus berikutnya komentarnya ini saya observasi dengan perspektif awam. Lantas saya tidak mengerti.. ini ngomongin apa sih nyet?
Terakhir.. saya bersyukur. Memang beginilah seorang Bramantyo Adi.
Saya hanya mampu membahasakan dengan kacamata awam apa yang sudah saya pelajari di psikologi. Kadang saya terlihat bodoh dan in-capable untuk menjelaskan sebuah teori karena belum sempat mengkonversinya dalam kacamata awam berbasis metode ilmiah.
Rabu, 23 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar